Internet kini telah menjadi medan baru bagi para penjahat cyber untuk memangsa penggunanya dari kalangan anak muda. Setiap orang yang melakukan aktivitas online pun rentan terkena kejahatan cyber. Merujuk data 96 persen anak-anak terpapar pengalaman negatif saat online, para korban juga disertai beragam emosi kuat yang meninggalkan dampak bagi mereka.
"Anak-anak Indonesia merasa marah (53 persen), kecewa (40 persen), terganggu, kaget atau khawatir (semuanya 38 persen) sebagai akibat dari insiden tersebut. Seperlima dari anak-anak di seluruh dunia menyesali sesuatu yang telah mereka lakukan ketika online," tukas Ibrahim seraya menambahkan, empat dari sepuluh anak-anak melaporkan melakukan sesuatu yang mereka sesali ketika online.
Maraknya jejaring sosial semakin meningkatkan potensi kejahatan cyber dialami anak-anak di dunia digital. Menurut Ibrahim, ancaman baru yang nyata terhadap anak-anak yang beraktivitas online adalah bahaya dari orang yang tidak dikenal. Penelitian tersebut mengungkapkan sebuah tren yang mengagetkan.
"Hingga 70 persen anakanak mengalami adanya orang-orang tidak dikenal yang menambahkan mereka sebagai teman dalam situs jejaring sosial. Dan 35 persen menemukan yang orang-orang tidak dikenal ketika online berusaha untuk menemui mereka di 'dunia nyata'," katanya mengingatkan.
Sisi baik dari penelitian ini, ungkap dia,anak-anak ingin keterlibatan lebih orang tua mereka dalam kehidupan online. Tujuh dari sepuluh orang tua mengatakan bahwa mereka memiliki aturan berinternet di rumah. Sementara itu, empat dari sepuluh telah memasang kontrol orang tua dalam komputer keluarga.
Hampir 3/4 atau 73 persen anak-anak mengaku mereka selalu mengikuti aturan keluarga ketika menggunakan internet.
"Para orang tua juga menjadi tumpuan pertama bagi anak-anak Indonesia dengan 56 persen anak-anak mempercayakan kepada orang tua untuk melindungi mereka dari kemungkinan menjadi korban kejahatan cyber," tandasnya.
Anak-anak memang menyadari banyak aturan berdasarkan akal sehat untuk tetap online secara aman, tapi mereka melewatkan sejumlah hal penting.
Hanya 35 persen mengetikkan alamat website yang tepat ke dalam browser internet mereka dan sekitar seperempat 26 persen selalu mengecek 's' setelah 'http' dalam URL. Hanya 23 persen akan melaporkan perilaku mencurigakan kepada pihak berwenang.
"Bagi para orang tua, kombinasi teknologi dan berbicara secara terbuka tentang berbagai persoalan dapat membantu memastikan bahwa anak-anak kita memperoleh pengalaman yang positif ketika online," ujar Ibrahim. http://dedepurnama.blogspot.com
"Anak-anak Indonesia merasa marah (53 persen), kecewa (40 persen), terganggu, kaget atau khawatir (semuanya 38 persen) sebagai akibat dari insiden tersebut. Seperlima dari anak-anak di seluruh dunia menyesali sesuatu yang telah mereka lakukan ketika online," tukas Ibrahim seraya menambahkan, empat dari sepuluh anak-anak melaporkan melakukan sesuatu yang mereka sesali ketika online.
Maraknya jejaring sosial semakin meningkatkan potensi kejahatan cyber dialami anak-anak di dunia digital. Menurut Ibrahim, ancaman baru yang nyata terhadap anak-anak yang beraktivitas online adalah bahaya dari orang yang tidak dikenal. Penelitian tersebut mengungkapkan sebuah tren yang mengagetkan.
"Hingga 70 persen anakanak mengalami adanya orang-orang tidak dikenal yang menambahkan mereka sebagai teman dalam situs jejaring sosial. Dan 35 persen menemukan yang orang-orang tidak dikenal ketika online berusaha untuk menemui mereka di 'dunia nyata'," katanya mengingatkan.
Sisi baik dari penelitian ini, ungkap dia,anak-anak ingin keterlibatan lebih orang tua mereka dalam kehidupan online. Tujuh dari sepuluh orang tua mengatakan bahwa mereka memiliki aturan berinternet di rumah. Sementara itu, empat dari sepuluh telah memasang kontrol orang tua dalam komputer keluarga.
Hampir 3/4 atau 73 persen anak-anak mengaku mereka selalu mengikuti aturan keluarga ketika menggunakan internet.
"Para orang tua juga menjadi tumpuan pertama bagi anak-anak Indonesia dengan 56 persen anak-anak mempercayakan kepada orang tua untuk melindungi mereka dari kemungkinan menjadi korban kejahatan cyber," tandasnya.
Anak-anak memang menyadari banyak aturan berdasarkan akal sehat untuk tetap online secara aman, tapi mereka melewatkan sejumlah hal penting.
Hanya 35 persen mengetikkan alamat website yang tepat ke dalam browser internet mereka dan sekitar seperempat 26 persen selalu mengecek 's' setelah 'http' dalam URL. Hanya 23 persen akan melaporkan perilaku mencurigakan kepada pihak berwenang.
"Bagi para orang tua, kombinasi teknologi dan berbicara secara terbuka tentang berbagai persoalan dapat membantu memastikan bahwa anak-anak kita memperoleh pengalaman yang positif ketika online," ujar Ibrahim. http://dedepurnama.blogspot.com
1 comment for "Internet Pengaruhi Emosi Anak-anak"