Sekedar gambaran, banyak fotografer yang menganggap sama antara foto close-up dengan foto makro. Anggapan ini tidak salah juga, karena keduanya sama-sama memotret benda dari jarak dekat. Tapi secara definisi ada beberapa perbedaan antara keduanya, berikut penjelasannya.
Hal termudah untuk mendefinisikan fotografi makro adalah foto dengan rasio reproduksi maksmimum 1:1 atau life size image. Maksudnya bila dibandingkan ukuran benda yang terekam di film atau sensor adalah sama besar dengan ukuran benda sesungguhnya. Misal seekor lalat dengan panjang 1 cm difoto dan proyeksinya yang jatuh di sensor terukur 1 cm juga, maka pembesarannya adalah 1x, atau reproduksi 1:1. Tapi kalau seekor capung dengan panjang 6 cm difoto dengan kamera yang lebar sensornya 2,2 cm maka reproduksinya hanyalah 1:2,7 (didapat dari 6 dibagi dengan 2,2).
Tidak semua lensa bisa menghasilkan rasio reproduksi 1:1 karena adanya keterbatasan kemampuan mengunci fokus terdekatnya (atau minimum focus distance). Maka itu lensa yang rasionya 1:1 pasti mampu mengunci fokus terhadap benda yang sangat dekat sehingga bisa menangkap ukuran sesungguhnya dari benda kecil yang difotonya. Upaya yang bisa dilakukan untuk itu cukup banyak, mulai dari menambah filter close-up, membalik lensa sampai menambah tube. Untung sekarang sudah mulai banyak lensa khusus makro 1:1 tanpa harus repot menambah ini itu. Tapi ada juga lensa yang memasang tulisan makro (biasanya lensa zoom) meski tidak memiliki rasio reproduksi maksimum 1:1 dan lensa ini pada dasarnya bukan lensa makro sebenarnya. Ada lensa makro yang maksimumnya hanya 1:3,7 dan ada juga yang 1:2. Lensa semacam itu tetap berguna untuk foto close-up karena memang bisa dipakai untuk memotret benda yang dekat tapi tidak 1:1.
Satu yang perlu dipahami, bila lensa makro menyatakan mampu menghasilkan rasio 1:1 artinya itu adalah nilai maksimum, saat benda yang difoto berada agak jauh dari lensa maka pembesarannya juga akan menurun (logis kan..). Lalu bagaimana memastikan lensa yang dipakai memang benar 1:1? Gampang, foto saja penggaris dari jarak dekat sehingga skala yang ditampilkan adalah sepanjang 22 mm persis (asumsi sensor Canon APS-C adalah selebar 22 mm). Untuk itu mungkin lensa akan berada dekat sekali dengan penggaris, tergantung panjang fokal lensanya (biasanya lensa makro itu fix 40mm, 60mm, atau 100mm). Bila lensa berhasil mengunci fokus maka lensa tersebut memang 1:1.
Jadi secara teori, foto dengan pembesaran lebih kecil dari 1:1 pada prinsipnya bukanlah foto makro, tapi foto close-up. Hanya saja kita akan repot kalau semua foto yang dikategorikan makro harus dicek benar-benar rasio reproduksinya. Lalu ada lagi yang namanya extreme macro (atau super makro), yaitu hasil foto yang lebih besar dari ukuran aslinya. Misalnya rasio reproduksinya adalah 4:1 atau 4x lipat ukuran normalnya. Hasil fotonya pun akan membesarkan detail dari obyek yang difoto, misal detail pada mata seekor lalat bisa ditampilkan dengan super makro ini.
Close Up Fotografi |
Hal termudah untuk mendefinisikan fotografi makro adalah foto dengan rasio reproduksi maksmimum 1:1 atau life size image. Maksudnya bila dibandingkan ukuran benda yang terekam di film atau sensor adalah sama besar dengan ukuran benda sesungguhnya. Misal seekor lalat dengan panjang 1 cm difoto dan proyeksinya yang jatuh di sensor terukur 1 cm juga, maka pembesarannya adalah 1x, atau reproduksi 1:1. Tapi kalau seekor capung dengan panjang 6 cm difoto dengan kamera yang lebar sensornya 2,2 cm maka reproduksinya hanyalah 1:2,7 (didapat dari 6 dibagi dengan 2,2).
Macro Fotografi |
Tidak semua lensa bisa menghasilkan rasio reproduksi 1:1 karena adanya keterbatasan kemampuan mengunci fokus terdekatnya (atau minimum focus distance). Maka itu lensa yang rasionya 1:1 pasti mampu mengunci fokus terhadap benda yang sangat dekat sehingga bisa menangkap ukuran sesungguhnya dari benda kecil yang difotonya. Upaya yang bisa dilakukan untuk itu cukup banyak, mulai dari menambah filter close-up, membalik lensa sampai menambah tube. Untung sekarang sudah mulai banyak lensa khusus makro 1:1 tanpa harus repot menambah ini itu. Tapi ada juga lensa yang memasang tulisan makro (biasanya lensa zoom) meski tidak memiliki rasio reproduksi maksimum 1:1 dan lensa ini pada dasarnya bukan lensa makro sebenarnya. Ada lensa makro yang maksimumnya hanya 1:3,7 dan ada juga yang 1:2. Lensa semacam itu tetap berguna untuk foto close-up karena memang bisa dipakai untuk memotret benda yang dekat tapi tidak 1:1.
Satu yang perlu dipahami, bila lensa makro menyatakan mampu menghasilkan rasio 1:1 artinya itu adalah nilai maksimum, saat benda yang difoto berada agak jauh dari lensa maka pembesarannya juga akan menurun (logis kan..). Lalu bagaimana memastikan lensa yang dipakai memang benar 1:1? Gampang, foto saja penggaris dari jarak dekat sehingga skala yang ditampilkan adalah sepanjang 22 mm persis (asumsi sensor Canon APS-C adalah selebar 22 mm). Untuk itu mungkin lensa akan berada dekat sekali dengan penggaris, tergantung panjang fokal lensanya (biasanya lensa makro itu fix 40mm, 60mm, atau 100mm). Bila lensa berhasil mengunci fokus maka lensa tersebut memang 1:1.
Jadi secara teori, foto dengan pembesaran lebih kecil dari 1:1 pada prinsipnya bukanlah foto makro, tapi foto close-up. Hanya saja kita akan repot kalau semua foto yang dikategorikan makro harus dicek benar-benar rasio reproduksinya. Lalu ada lagi yang namanya extreme macro (atau super makro), yaitu hasil foto yang lebih besar dari ukuran aslinya. Misalnya rasio reproduksinya adalah 4:1 atau 4x lipat ukuran normalnya. Hasil fotonya pun akan membesarkan detail dari obyek yang difoto, misal detail pada mata seekor lalat bisa ditampilkan dengan super makro ini.
Post a Comment for "Antara Fotografi Close-Up dan Fotografi Makro"