Mitologi Erau dan Putri Karang Melenu
Legenda tentang kelahiran Istri sang raja pertama yang bertahta di Pinggir aliran sungai mahakam tepatnya di Kutai Lama sejak Abat XIII Adji Batara Agung Dewa Sakti diceritakan secara turun temurun di kalangan masyarakat Kutai bahwa pada zaman dahulu dikampung Melanti Hulu Dusun, berdiamlah sepasang suami Istri yakni Petinggi Hulu Dusun dan istrinya yang bernama Babu Jaruma , usia mereka sudah cukup lanjut dan mereka belum juga mendapat keturunan, mereka selalu memohon kepada Dewata agar dikaruniai seorang anak sebagai penerus keturunannya.
Suatu hari keadaan alam menjadi sangat buruk hujan turun dengan sangat lebat selama tujuh hari tujuh malam petir menyambar silih berganti diiringi gemuruh guntur dan tiupan angin yang cukup kencang tak seorang pun penduduk Hulu Dusun yang berani keluar rumah termasuk Petinggi Hulu Dusun dan istrinya.
Pada hari yang ketujuh persediaan kayu bakar untuk keperluan memasak keluarga ini sudah habis untuk keluar rumah mereka tidak berani kerena cuaca sangat buruk akhirnya petinggi memutuskan untuk mengambil salah satu kasau atap rumahnya untuk dijadikan kayu akar, ketika Petinggi Hulu Dusun membelah kayu kasu, alangkah tekejutnya ia ketika melihat seekor ulat kecil sedang melingkar dan memandang kearahnya dengan mata yang halus seakan akan minta dikasihani dan dipelihara, pada saat ulat itu diambil Petinggi keajiaban alam pun terjadi.
Hujan yang tadinya lebat disertai guntur dan petir selama tujuh hari tujuh malam seketika itu menjadi reda, hari kembali cerah dan sang surya pun telah menampakkan dirinya dibalik gumpalan awan seluruh penduduk Hulu Dusun bersyukur dan gembira atas perubahan cuaca ini.
Ulat kecil ini dipelihara dengan baik oleh keluarga Petinggi Hulu Dusun, Babu Jaruma sangat rajin merawat dan memberi makan berupa daun-daun segar kepada ulat itu . hari berganti hari, bulan berganti bulan, ulat itu membesar dengan cepat dan ternyata ia adalah seekor naga.
Suatu malam petinggi Hulu Dusun bermimpi bertemu seorang putri yang cantik jelita yang merupakan penjelmaan dari naga tersebut “ ayah dan bunda tak usah takut dengan ananda” kata sang putri “meskipun ananda sudah besar dan menakutkan orang di Desa ini, izinkanlah ananda untuk pergi dan buatkanlah sebuah tangga agar dapat meluncur kebawah “ pada pagi harinya Petinggi Hulu Dusun menceritakan mimpinya kepada sang istri. Mereka berdua membuat sebuah tangga yang terbuat dari bambu. Ketika naga itu bergerak hendak turun, ia berkata suaranya persis seperti suara putri yang didengar Petinggi semalam “bilamana ananda telah turun ke tanah, maka hendaknya ayah dan bunda mengikuti kemana saja ananda merayap, disamping itu ananda minta agar ayahda membakar wijen hitam serta taburi tubuh ananda dengan beras kuning, jika ananda merayap sampai kesungai dan telah masuk kedalam air, maka iringilah buih yang muncul dipermukaan sungai” sang naga pun merayap menuruni tangga itu sampai ketanah dan selanjutnya menuju sungai dengan diiringi oleh petinggi dan istrinya.
Setelah sampai disungai, berenanglah sang naga berturut turut 7 kali ke hulu dan 7 kali kehilir dan kemudian berenang ketepian batu. Ditepian batu sang naga berenang ke kiri 3 kali dan kekanan 3 kali dan akhirnya ia menyelam. Disaat sang naga menyelam, timbullah topan yang dahsyat, air bergelombang, hujan, guntur dan petir bersahut sahutan, perahu yang ditumpangi Petinggipun didayung ke tepian, kemudian seketika keadaan menjadi tenang kembali, matahari muncul kembali dengan disertai hujan rintik-rintik, petinggi dan istrinya menjadi heran mereka mengamati permukaan sungai Mahakam mencari-cari dimana sang naga berada.
Tiba-tiba mereka melihat permukaan sungai mahakam dipenuhi dengan buih, pelangi menumpukkan warna warninya ke tempat buih yang meninggi dipermukaan air tersebut. Babu jaruma Jaruma melihat seperti ada kumala yang bercahaya berkilau-kilau, mereka pun mendekati gelembung buih yang bercahaya tadi dan alangkah terkejutnya mereka ketika melihat digelembung buih itu terdapat seorang bayi perempuan sedang berbaring didalam sebuah gong . gong itu kemudian meninggi dan tampaklah naga yang menghilang tadi sedang menjunjung gong tersebut, semangkin gong dan naga tadi meninggi naik kepermukaan air, tampaklah oleh mereka binatang aneh sedang menjunjung sang naga dan gong tersebut.
Petinggi dan istrinya ketakutan melihat kemunculan binatang aneh yang taklain adalah Lembu Suana. Segera saja sang petinggi mendayung perahunya ketepian batu. Tak lama kemudian, perlahan-lahan Lembu Suana dan sang naga tenggelam kedalam sungai, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah gong yang berisi bayi dari khayangan itu. Gong dan bayi itu segera di ambil oleh Babu Jaruma dan dibawanya pulang. Petinggi dan istrinya sangat bahagia mendapat karunia berupa seorang bayi perempuan yang sangat cantik, bayi itu lalu dipelihara mereka dan sesuai dengan mimpi yang ditujukan kepada mereka, bayi itu diberi nama Putri Karang Melenu. Bayi perempuan ini lah kelak akan menjadi istri raja Kutai Kartanegara yang pertama, Adji Batara Agung Dewa Sakti.
Legenda tentang kelahiran Istri sang raja pertama yang bertahta di Pinggir aliran sungai mahakam tepatnya di Kutai Lama sejak Abat XIII Adji Batara Agung Dewa Sakti diceritakan secara turun temurun di kalangan masyarakat Kutai bahwa pada zaman dahulu dikampung Melanti Hulu Dusun, berdiamlah sepasang suami Istri yakni Petinggi Hulu Dusun dan istrinya yang bernama Babu Jaruma , usia mereka sudah cukup lanjut dan mereka belum juga mendapat keturunan, mereka selalu memohon kepada Dewata agar dikaruniai seorang anak sebagai penerus keturunannya.
Suatu hari keadaan alam menjadi sangat buruk hujan turun dengan sangat lebat selama tujuh hari tujuh malam petir menyambar silih berganti diiringi gemuruh guntur dan tiupan angin yang cukup kencang tak seorang pun penduduk Hulu Dusun yang berani keluar rumah termasuk Petinggi Hulu Dusun dan istrinya.
Pada hari yang ketujuh persediaan kayu bakar untuk keperluan memasak keluarga ini sudah habis untuk keluar rumah mereka tidak berani kerena cuaca sangat buruk akhirnya petinggi memutuskan untuk mengambil salah satu kasau atap rumahnya untuk dijadikan kayu akar, ketika Petinggi Hulu Dusun membelah kayu kasu, alangkah tekejutnya ia ketika melihat seekor ulat kecil sedang melingkar dan memandang kearahnya dengan mata yang halus seakan akan minta dikasihani dan dipelihara, pada saat ulat itu diambil Petinggi keajiaban alam pun terjadi.
Hujan yang tadinya lebat disertai guntur dan petir selama tujuh hari tujuh malam seketika itu menjadi reda, hari kembali cerah dan sang surya pun telah menampakkan dirinya dibalik gumpalan awan seluruh penduduk Hulu Dusun bersyukur dan gembira atas perubahan cuaca ini.
Ulat kecil ini dipelihara dengan baik oleh keluarga Petinggi Hulu Dusun, Babu Jaruma sangat rajin merawat dan memberi makan berupa daun-daun segar kepada ulat itu . hari berganti hari, bulan berganti bulan, ulat itu membesar dengan cepat dan ternyata ia adalah seekor naga.
Suatu malam petinggi Hulu Dusun bermimpi bertemu seorang putri yang cantik jelita yang merupakan penjelmaan dari naga tersebut “ ayah dan bunda tak usah takut dengan ananda” kata sang putri “meskipun ananda sudah besar dan menakutkan orang di Desa ini, izinkanlah ananda untuk pergi dan buatkanlah sebuah tangga agar dapat meluncur kebawah “ pada pagi harinya Petinggi Hulu Dusun menceritakan mimpinya kepada sang istri. Mereka berdua membuat sebuah tangga yang terbuat dari bambu. Ketika naga itu bergerak hendak turun, ia berkata suaranya persis seperti suara putri yang didengar Petinggi semalam “bilamana ananda telah turun ke tanah, maka hendaknya ayah dan bunda mengikuti kemana saja ananda merayap, disamping itu ananda minta agar ayahda membakar wijen hitam serta taburi tubuh ananda dengan beras kuning, jika ananda merayap sampai kesungai dan telah masuk kedalam air, maka iringilah buih yang muncul dipermukaan sungai” sang naga pun merayap menuruni tangga itu sampai ketanah dan selanjutnya menuju sungai dengan diiringi oleh petinggi dan istrinya.
Setelah sampai disungai, berenanglah sang naga berturut turut 7 kali ke hulu dan 7 kali kehilir dan kemudian berenang ketepian batu. Ditepian batu sang naga berenang ke kiri 3 kali dan kekanan 3 kali dan akhirnya ia menyelam. Disaat sang naga menyelam, timbullah topan yang dahsyat, air bergelombang, hujan, guntur dan petir bersahut sahutan, perahu yang ditumpangi Petinggipun didayung ke tepian, kemudian seketika keadaan menjadi tenang kembali, matahari muncul kembali dengan disertai hujan rintik-rintik, petinggi dan istrinya menjadi heran mereka mengamati permukaan sungai Mahakam mencari-cari dimana sang naga berada.
Tiba-tiba mereka melihat permukaan sungai mahakam dipenuhi dengan buih, pelangi menumpukkan warna warninya ke tempat buih yang meninggi dipermukaan air tersebut. Babu jaruma Jaruma melihat seperti ada kumala yang bercahaya berkilau-kilau, mereka pun mendekati gelembung buih yang bercahaya tadi dan alangkah terkejutnya mereka ketika melihat digelembung buih itu terdapat seorang bayi perempuan sedang berbaring didalam sebuah gong . gong itu kemudian meninggi dan tampaklah naga yang menghilang tadi sedang menjunjung gong tersebut, semangkin gong dan naga tadi meninggi naik kepermukaan air, tampaklah oleh mereka binatang aneh sedang menjunjung sang naga dan gong tersebut.
Petinggi dan istrinya ketakutan melihat kemunculan binatang aneh yang taklain adalah Lembu Suana. Segera saja sang petinggi mendayung perahunya ketepian batu. Tak lama kemudian, perlahan-lahan Lembu Suana dan sang naga tenggelam kedalam sungai, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah gong yang berisi bayi dari khayangan itu. Gong dan bayi itu segera di ambil oleh Babu Jaruma dan dibawanya pulang. Petinggi dan istrinya sangat bahagia mendapat karunia berupa seorang bayi perempuan yang sangat cantik, bayi itu lalu dipelihara mereka dan sesuai dengan mimpi yang ditujukan kepada mereka, bayi itu diberi nama Putri Karang Melenu. Bayi perempuan ini lah kelak akan menjadi istri raja Kutai Kartanegara yang pertama, Adji Batara Agung Dewa Sakti.
1 comment for "Mitologi Erau dan Putri Karang Melenu"